Satu hal yang menyamakan Osama bin Laden dengan Saddam Husein dari perbedaan-perbedaan antara keduanya adalah gejala kejiwaan narsisisme malignan, setidaknya demikian yang telah dituturkan Metro tv lewat prolog sebuah tayangan The Hunt for Bin Laden.
Malignan adalah suatu keinginan kuat untuk menghancurkan. Di dalam liturgi underground band sifat malignan sudah terpatri dalam jiwa, pikiran, tabiat anarki anak-anak punk dimana kebingungan pikiran (bukan kebuntuhan) serta ketidak aturan pola hidup (chaos) dan perilaku merusak (riot) di picu oleh arogansi sistem dan kebijakan pemerintahan (policy and government’s system).
Kesamaan ketiga model orang tersebut diatas dibangun atas dasar yang sama yaitu pertama sifat bawaan merusak manusia atau potensi jahatnya (evil side), kedua implementasi obsesi pribadi, paham ideologi, dan ketiga adalah respon alami sebagai wujud sikap tegas atas distorsi interaksi yang destruktif.
Bagi ketiga-tiganya tentunya motto extreme condition demands extreme solution sudah menjadi menu harian untuk tidak cuma dilahap tapi juga dimuntahkan dalam tataran konkrit: unjuk gigi (show up), ungkapan kemarahan (state of anger), balas dendam (revenge) yang kesemuanya dikemas dalam pesan singkat: inilah aku! here I am ha ana dza a narcissi!
Narcist? rasanya kok enggak, bagaimana seorang Bin Laden dengan wajah sendu yang melulu dibasuh air wudhlu (holy water) yang sekali dua kali tayang selebihnya berkhalwat dalam persembunyian atau memacu adrenalin dalam pelarian yang tak bertepi dan berkepanjangan, bisa dikatakan seorang narsis.
Pahamku mengatakatan tidak, kalau para punker yang melawan arus mainstream, bersusah payah menjalani hidup bawah tanah, berpenampilan lusuh, dan meski eksentrik dengan rambut mohawk ataupun chrusti yang menjadi trend centre saat ini dibilang narsis.
Rasionalnya iya, kumis besar, foto nampang dihampir setiap perempatan jalan, nama yang si’i tapi bermadhab sunni siyasi, Saddam Husein boleh disebut narsis (waktu masih hidup) sekarang tak lebih seorang almarhum yang bersih dri narsisisme.
Saya menjadi narsis ketika mengagumi Osama sebagi sosok lain: pure, extreme, fundamental and no compromises yang menempati sisi lain kehidupan, dengan menyandingkan kekaguman terhadap diri pribadi saya yang menempati ruang yang sama dengannya meski dengan skup, kapasitas dan kontek pemahaman yang berbeda, atau menyadari narsisisme sebagai nafsu lawwamah kalau tidak salah, yang ada dibenak ini untuk terus mengeksploitas diri-saya lebih suka mengatakan menelanjangi diri-(versi tukul: menertawakan diri) lewat blog ini untuk kemudian diselimuti dengan tanggapan baik kritik maupun sanjungan atau bahkan di abaikan ignore this shit!
Terlepas malignan apa tidak,sebagai pelaku kehidupan (ismul fa’il) seseorang dalam hidupnya telah dihadapkan dengan dua hal: rusak atau merusak, sebagai perusak (mufsid) atau orang yang rusak (faasid).
Bin Laden tentunya bukan orang yang rusak meski suka merusak.
Saddam Husein pastinya adalah orang yang rusak dimata si’i yang merusak suku Kurdi. (orang rusak yang merusak dan di rusak)